Impian dapat diraih dengan niat tinggi dan perjuangan keras. Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Inilah yang menjadi kisah inspiratif Muhammad Reza Nurrahman (22) yang belum lama ini diwisuda menjadi sarjana Jurusan Fisika dengan IPK 3,98 di salah satu kampus terbaik di Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB). Reza bahkan menjadi perwakilan wisudawan yang menyampaikan pidato prodi sarjana pada Sidang Terbuka Wisuda Pertama ITB TA 2019/2020 di Sabuga, 19 Oktober 2019.
Apalagi bagi Reza, kedua orangtuanya dapat duduk di bangku VIP adalah sebuah pencapaian dari apa yang dia impikan selama ini. Kepada Kompas.com, Reza menceritakan bahwa dirinya memang bercita-cita dapat kuliah di ITB. Dia juga bermimpi menjadi mahasiswa terbaik ITB. “Dulu saya mengisi lembar ‘Strategi Sukses’ di kampus dalam penerimaan mahasiswa baru. Saya tulis bermimpi jadi mahasiswa terbaik ITB dengan IPK di atas 3,5 dan berprestasi. Juga bisa membuat orangtua duduk di bangku VIP,” tuturnya.
Berprestasi sejak SMP
Ternyata impian itu terwujud karena dia memang punya segudang prestasi sejak duduk di bangku sekolah. Seperti di SMP, Reza tercatat dua kali masuk ke tingkat provinsi Olimpiade Sains Nasional (OSN). Kemudian saat SMA, ia pernah masuk seleksi Asian Physics Olympiad dan menduduki peringkat 9. Ternyata, perjuangan itu tidak diperoleh dengan mudah. Sebab, Reza berada di tengah keterbatasan ekonomi orangtuanya. “Ayah Reza bekerja sebagai sopir, sedang ibu saya ibu rumah tangga. Kami sekeluarga hidup sederhana,” ujarnya. Karena minimnya keuangan itu, Reza selalu berusaha sendiri. Sejak kecil dia menabung untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Begitupun dengan urusan pendidikan, Reza selalu belajar dengan tekun untuk menjadi juara kelas. Saat di Bandung Barat, ia memilih pindah ke SMA Darul Falah. Ternyata, SMA itu memberikan beasiswa full termasuk seragam dan lainnya. Reza pun menjadi lulusan pertama SMA Darul Falah yang bisa tembus ITB. Ketika di ITB yang merupakan impiannya sejak SMP, juga butuh perjuangan. Sebab ia mengajukan beasiswa namun namanya sempat tidak masuk di Bidikmisi. “Saat wawancara, pewawancara nanya ibunya kerja? Saat dijawab ibu rumah tangga, yang mewawancara bilang kenapa nggak kerja, bukannya bantuin bapaknya kerja, malah diem aja di rumah. Sakit hati banget (dengarnya),” kata Reza. Kemudian saat melihat namanya tak ada, ia mempertanyaan kriteria penerima Beasiswa Bidikmisi kepada dosen wali. Pada saat yang sama, ia mengajukan beasiswa ke Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB). Saat mendapatkan beasiswa KBB, Reza dinyatakan lolos beasiswa Bidikmisi. Ia lantas diminta untuk melepaskan beasiswa KBB.
Rp 5.000 hanya untuk beli bensin
Karena jadi penerima beasiswa Bidikmisi, anak kedua dari tiga bersaudara ini mendapat kesempatan tinggal di asrama. Tetapi baru 3 jam di asrama dia memutuskan untuk kembali ke rumah yang menurut dia lebih nyaman. Dengan sepeda motor Honda Legenda, dia pakai untuk pulang pergi ke kampus. Reza juga membawa bekal makanan agar tidak jajan di kampus. “Saya hanya beli bensin per hari Rp 5.000 saja. Saya nggak suka nongkrong dan nggak suka jajan. Habis kuliah dan kegiatan organisasi saya langsung pulang ke rumah,” ungkapnya.
Butuh perjuangan keras
Dari uang saku Bidikmisi sebesar Rp 950.000 per bulan dia tabung. Untuk kebutuhan kuliah dan lainnya, Reza mengandalkan hasil mengajar di lembaga olimpiade dengan honor per jam Rp 125.000. “Karena pernah dapat perak OSN, jadi diminta untuk mengajar. Karena OSN musiman, jadi mengajarnya pun musiman,” tuturnya. Bahkan dari honor mengajar ini, ia bisa membantu orangtuanya. Sedangkan tabungannya digunakan untuk keperluan keluarga lainnya. Ketika kuliah, Reza berhasil menjadi mahasiswa berprestasi dengan meraih medali perak ONMIPA tahun 2017 dan 2018. Dia juga meraih juara 2 OSN Mahasiswa Nasional tahun 2017, dan finalis mahasiswa berprestasi FMIPA tahun 2018. Tak hanya itu saja, Reza juga berkesempatan mengikuti insternship di KAIST selama tiga bulan. Hingga akhirnya Reza lulus ITB dengan nilai memuaskan, yakni IPK 3,98. (Penulis: Kontributor Bandung, Reni Susanti | Editor: Farid Assifa)
sumber :